http://catatan-solitaire.blogspot.com/

Kala Sendiri Menjadi Begitu Berarti
 
 
 
 

OUR STORY



Room Solitaire dianggap lahir tanggal 14 juli 2004, meski kenyataannya sudah ada sejak Februari 2004. Arti solitaire = kesepian = menyendiri, sendirian. Kata ini diilhami dari lagu Solitaire (Carpenter). Kesepian disini dalam arti yang luas dan positip. Kesepian yang bermakna kekurangan kita dalam segala hal, yang pada akhirnya membawa kita pada adanya kenyataan dan kesadaran ada sesuatu yang Maha Sempurna mengatur kehidupan ini, sehingga nantinya akan berpengaruh positip dalam berpikir, merasa, mengucapkan dan bertindak dalam kenyaan kehidupan kita sehari-hari. Juga dapat diartikan agar kita tidak merasa sendirian setelah memasuki room YM. We Are The World, kebersamaan kita tanpa batas geografis, gender, religious, usia, suku bangsa, pendidikan, sosial, ekonomi dan budaya.
MALIOBORO,14juli 2004


YUDHISTIRA147

 

Inspired SONG



There was a man
a lonely man
Who lost his love
through his indifference

A heart that cared
that went unshared
Until it died
within his silence

And solitaire's the only game in town
And every road that takes him takes him down
And by himself it's easy to pretend
he'll never love again

And keeping to himself he plays the game
Without her love it always ends the same
While life goes on around him everywhere
He's playing solitaire



A little hope
goes up in smoke
Just how it goes,
goes without saying
There was a man

A lonely man
Who would command
the hand he's playing

Play Music : Solitaire by Carpenter

 

Image & Link

 
 
 

Tuesday, October 16
[Kisah Nyata] Mbah Surip
Malam yang gelap. Hujan turun rintik-rintik. Awan kelabu bergantung tebal, menutupi bintang-bintang di langit. Angin bertiup kencang. Menghembus air kali Progo yang coklat berbuih. Hingga nampak bagaikan seekor ular raksasa yang sedang meliuk gelisah. Dingin terasa menusuk kulit. Hingga orang lebih senang tinggal dirumah . Minum kopi manis yang hangat sambil makan ubi dan kacang rebus.
Dibawah gerimis yang turun kian deras, Mbah Surip berjalan tertatih-tatih. Sambil menggendong sebuah bakul di bahunya, yang berisi sebuah parang yang tajam. Tubuhnya yang kurus dibalut keriput itu menggigil kedinginan. Kain dan kebayanya basah kuyup tersiram air hujan. Yang bercampur dengan tetesan keringatnya sendiri. Sudah hampir sejam lamanya dia berjalan melintasi bulak-bulak sawah yang panjang yang terbentang di belakang desanya. Dan kini sedang mendaki sebuah bukit kecil yang membatasi desanya dengan kali Progo .
Mbah Surip tersenyum. Membayangkan anak-anak kecil yang besok malam pasti ramai berebutan membeli gethuk singkong yang akan dijualnya disudut halaman rumah pak lurah. Yang besok malam punya hajat besar, sampai nanggap pertunjukan wayang kulit segala. Untuk merayakan hari perkawinan anak perempuannya yang paling besar. Sudah dua hari ini pemuda-pemuda di desanya giat bekerja . Membangun tenda buat tempat duduk tamu-tamu, membuat dapur darurat disamping rumah pak lurah, menyiapkan panggung untuk pertunjukan wayang kulit dan memasang hiasan janur kuning di beranda rumah pak lurah. Meskipun ia tak diundang oleh yang punya hajat, tapi hatinya merasa bungah dan riang. Karena ia bisa mencari rejeki besok malam. Jualannya pasti laris manis. Karena pasti banyak sekali orang yang datang berbondong-bondong dari desa-desa sebelah . Untuk menonton pertunjukan wayang kulit yang akan digelar semalam suntuk.

Nafasnya sudah terengah-engah disaat ia memasuki sebuah tegalan yang ditanami oleh pohon singkong. Milik orang yang tinggal jauh di seberang kali Progo. Dipilihnya batang yang paling tinggi. Sambil menurunkan bakul yang digendongnya ia menarik nafas dalam-dalam untuk mengumpulkan seluruh tenaganya. Lalu dicabutnya batang singkong didepannya itu. Terasa berat sekali. Tak bergeming sedikitpun. Didorongnya batang itu kedepan tapi cuma bergeser sedikit. Mbah Surip membungkuk. Mengambil parang dibakulnya lalu digalinya tanah disekitar batang singkong itu dengan kalapnya sampai umbinya terlihat menyembul keluar. Ia tersenyum puas. Pasti singkong yang besar-besar, pikirnya. Ia berdiri. Meluruskan punggungnya yang terasa pegal. Lalu memegang batang singkong itu erat-erat dengan kedua belah tangannya. Terus mendorongnya kedepan dengan sekuat tenaganya. Hingga tubuhnya ikut tertarik oleh pohon singkong itu yang tumbang perlahan ke tanah. Sampai Ia ikut jatuh telungkup di atas umbi-umbi singkong yang mencuat keluar. "Setan alas", jeritnya kaget. Perutnya yang jatuh menimpa umbi-umbi singkong itu terasa sakit dan ngilu sekali. Perlahan-lahan ia duduk. Sambil menekan perutnya dengan kedua belah tangannya.
Setelah sakitnya terasa reda, perlahan-lahan ia beringsut mendekati parangnya yang menggeletak didekatnya. Tubuhnya masih gemetar disaat ia berjongkok menebas umbi-umbi singkong itu lepas dari batangnya. Perlahan-lahan dibersihkannya lapisan tanah tebal yang masih melekat di umbi-umbi singkong itu. Lalu dimasukannya kedalam bakulnya satu-persatu. Jumlahnya ada 7 buah. Besar kecil . Cukup untuk membuat gethuk setampah. Jadi ia tak perlu bersusah payah lagi mencabut batang singkong yang lain. Dan mbah Surip pun tersenyum lega.

Mbah Surip melingkarkan selendangnya ke bakul di depannya, yang kini sarat berisi umbi-umbi singkong. Setelah mengikat ke dua simpul ujung selendangnya ke dadanya ia berdiri dengan susah payah. Karena menahan beban di punggungnya yang terasa berat sekali. Hingga ia berjalan dengan tubuh membungkuk. Sambil menggenggam parangnya erat-erat. Dalam perjalanan pulang ia masih tergoda untuk menebas pisang kepok sesisir di kebun pak Marto carik desanya dan memetik berapa buah jagung di ladang pak lurah. Mereka semua sedang sibuk menyiapkan hajat besar besok malam, jadi tak punya waktu untuk memeriksa ladangnya malam ini, pikir mbah Surip untuk menenangkan jantungnya yang berdebar kencang. Karena dia mengenal baik ke dua orang itu, hingga mau tak mau ada perasaan takut dan bersalah didalam hatinya.

Malam semakin larut. Hujan turun perlahan. Diselingi bunyi petir yang menggelegar. Hingga langit yang hitam kadang nampak terbelah lebar oleh kilatan cahaya. Dan langkah Mbah Surip pun semakin lambat juga. Punggungnya terasa pegal dan ngilu. Sedang bakul yang digendongnya terasa kian berat juga. Membuat kakinya terseok oleng kian kemari, seperti anak kecil yang baru belajar berjalan. Nafasnya terengah-engah. Tapi ia tersenyum lega, waktu melihat hamparan sawah yang gelap di depannya. Mulutnya komat kamit membaca doa, "Gusti Allah berilah hambamu ini kekuatan untuk berjalan sampai kerumah". Badanku lelaah sekali, aku hanya ingin berbaring sebentar di amben bambuku".
Esok paginya penduduk desa gempar. Seorang petani menemukan mayat mbah Surip terkapar ditengah galangan sawah. Seluruh tubuhnya hangus disambar petir. Didekat sebuah bakul kosong yang isinya berceceran menutupi bahunya. Singkong, jagung dan sesisir pisang kepok. Meskipun tubuhnya hitam legam, tapi wajah perempuan tua itu nampak damai dan ada seulas senyum tersungging di bibirnya yang keriput.

Sujiwo. 16 Oct 2007

Mohon maaf lahir dan bathin kepada seluruh member Soli. Bila ada kata-kata dan tulisanku yang telah menyinggung hati teman-teman semua. Baik yang disengaja maupun tidak..amin
posted by imelda @ 2:18 AM   0 comments
Saturday, October 13
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1428 H
posted by imelda @ 1:25 AM   0 comments
Friday, October 5
[Kisah Nyata] Hantu alas Roban
alam terus merayap turun. Bulan sabit bersinar pucat dilangit, berteman bintang-bintang yang redup tertutup kabut. Angin dingin bertiup kencang, menghembus tubuhku yang dibungkus sweater dan jacket kulit. Dan kami bertiga, yang duduk dibawah sebatang pohon jati yang besar, beralas selembar kain terpal yang lusuh, terus menunggu dengan sabar. Sambil menatap jauh kedepan dengan hati berdebar. Tegang rasanya. Setiap kali semak dan belukar di dekat kami bergerak. Aku dan Sulis cepat bertiarap. Jantungku serasa berhenti berdetak. Tapi pak Dikin cuma tertawa lirih, "Itu bukan celeng mas, paling juga kelinci atau ayam liar".

Angin malam berdesau riuh. Bagai melagukan ratapan arwah-arwah penasaran yang membuat bulu kuduk ku berdiri, sayup terdengar suara anjing melolong di kejauhan sana, diselingi jeritan burung hantu yang parau. Dan aku terus membayangkan sebuah masa lalu yang kelabu. Kabarnya... dulu...di hutan jati ini, banyak sekali orang-orang yang dibunuh . Dibantai tanpa ampun lagi. Karena mereka ikut terlibat gerakan 30 September. Kenangan ini membuat keringat dingin mengalir di sekujur tubuhku. Kulihat Sulis sudah berbaring telungkup disebelahku. Rupanya dia merasa takut juga. "Kalau ngantuk tidur sajalah mas , nanti kalau celengnya datang, aku bangunin deh", kata pak Dikin tenang.
Kututup kedua belah telingaku dengan telapak tangan. Lalu berbaring didekat Sulis. Aku sudah tak peduli lagi pada celeng yang kami tunggu. Aku hanya ingin matahari secepatnya terbit. Agar kami bisa pergi dari tempat yang jahanam ini. Sambil berbaring ku awasi punggung pak Dikin yang duduk mencangkung didepanku sambil memangku bedilnya. Dan rasa aman melanda diriku. Kalau ada apa-apa pasti dia akan bertindak melindungi diriku. Dia seorang lelaki yang kuat dan berani. Tak merasa ngeri sedikitpun dengan suara-suara yang aneh disekeliling kami. Maklum dia seorang prajurit ABRI. Yang lama bertugas di Tim Tim. Entah sudah berapa puluh orang yang pernah ditembaknya disana dengan bedil yang dipangkunya itu.

Kupejamkan mataku. Mencoba untuk tidur seperti Sulis.Tapi suara-suara yang mengerikan itu terus saja bergema di telingaku. Hingga aku hampir gila dibuatnya. Dalam hati aku bersumpah, aku tak mau pergi ikut orang berburu lagi. Tak ada sensasi yang kurasakan. Ternyata berburu itu adalah sebuah pekerjaan yang menjemukan sekali. Cuma duduk menunggu dan kedinginan sepanjang malam. Juga tersiksa oleh suara-suara yang aneh dan seram dari alam semesta. Menjelang subuh, aku pun jatuh dalam pelukan gelap yang gelisah. Dan aku bermimpi melihat seekor celeng yang hitam dan besar, berlari melintas didepanku, meninggalkan sebuah derum yang panjang.

Aku terbangun. Dan terasa sebuah tangan yang dingin membekap mulutku. "Ssst ". Kudengar suara pak Dikin berdesis ditelingaku. Kulihat dia sudah telungkup di sebelah tubuhku. Sulispun rupanya sudah terjaga juga. Kudengar nafasnya berdesah cepat sekali. Aku ingin bangkit tapi pak Dikin menahan tubuhku. Tangannya menunjuk ke depan. "Tiarap sajalah", bisiknya. Kubalik kan tubuhku dan kuangkat kepalaku keatas. Dan ...aku menjerit kaget..untung pak Dikin telah membekap mulutku lagi dengan sigapnya.
Mataku terbelalak. Jantungku berdebur kencang. Aku melihat siluet gelap bayang-bayang orang di tempat terbuka yang ada didepan kami. Banyak sekali. Lelaki dan perempuan. Mereka berteriak-teriak dan menjerit-jerit histeris. Tak ada kata-kata yang dapat menggambarkan perasaanku pada saat itu. Yang jelas rasa takut dan ngeri telah membuat tubuhku bagaikan lumpuh tak berdaya. Kepalaku terkulai kebawah. Dan kubaca semua ayat suci yang yang dapat kuingat didalam hati. Pak Dikin dan Sulis kian merapat ke tubuhku, yang telungkup ditengah mereka. Kudengar mulut merekapun berguman membaca doa tanpa henti. Seiring dengan terbitnya matahari, suara yang riuh rendah itupun terdengar semakin samar. Lalu senyap mencengkam. Kuangkat kepalaku. Ternyata mereka telah pergi..seperti lenyap ditelan bayangan sang fajar .

Kami saling berpandangan. Lalu berdiri dengan tubuh gemetar. Kulihat celana pak Dikin basah, ternyata lelaki yang gagah berani itu, takut sekali dengan hantu sampai terkencing-kencing. Tanpa berkata apa-apa lagi, pak Dikin menyandangkan bedilnya ke bahunya. Lalu berlari terbirit-birit kearah desa yang terletak di pinggir hutan jati itu. Diikuti aku dan Sulis. Yang lari pontang panting mengikutinya. Kami begitu panik dan takut, hingga tak peduli lagi pada bekal makanan dan minuman yang masih berjajar diatas selimut terpal.

Sampai di jalan setapak yang menghubungkan desa itu dengan jalan besar, kami berpapasan dengan serombongan orang. Tua-muda, besar-kecil, sedang berjalan berbondong-bondong ke arah jalan besar. Seperti orang yang sedang pergi mengungsi . Karena wajah mereka tampak muram semua. Melihat kedatangan kami mereka menghentikan langkahnya. Dan seorang lelaki tua bergegas menghampiri Pak Dikin. "Tolonglah kami pak", katanya sambil melirik ke arah bedil yang ada di bahu pak Dikin. "Pak Dikin menarik nafas panjang, untuk menenangkan hatinya yang masih dicekam rasa ngeri. "Mau kemana kalian pergi sepagi ini?", tanyanya dengan nafas yang masih terputus-putus.

"Saya adalah lurah di desa ini", kata lelaki tua itu. "Subuh tadi, desa kami diserbu oleh serombongan pengemis, gelandangan dan orang gila, yang datang menjarah semua makanan yang kami miliki"."Rupanya mereka lapar sekali, karena mereka nekat memasuki rumah kami tanpa diundang, lalu makan dan minum apa saja yang dapat mereka temukan didapur, tanpa minta permisi lagi kepada pemilik rumah". "Saya lihat bapak punya senjata api, mungkin bapak bisa mengusir mereka semua dari desa kami, Jadi kami tak perlu lagi minta tolong kepada komandan koramil yang kantornya didekat kecamatan sana".

Pak Dikin menggeleng-gelengka n kepalanya. "Masyaa Allaah..Ya Allaah ..Ya Tuhanku..", bisiknya berulang-ulang. Seperti tak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. "Lalu darimana datangnya rombongan orang gila dan pengemis itu pak Lurah", tanya saya penasaran. Pak lurah menarik nafas panjang. "Ya dari Jakarta to mas, habis darimana lagi, biasanya kalau ada tamu agung yang mau datang berkunjung ke sana, biar kotanya jadi nampak bersih dan rapi, semua pengemis, gelandangan dan orang gila dikumpulin jadi satu, lalu dinaikin ke truk-truk terus didrop ke dalam hutan-hutan lebat yang masih ada di pulau Jawa ini". Aku dan Sulis berpandangan. .Kalau begitu yang kami lihat semalam tadi..ternyata bukan hantu beneran..cuma paket dari Jakarta doang.

Sujiwo. Medio Oct 07.
posted by imelda @ 1:46 AM   7 comments
Thursday, October 4
Menangislah Untuk Ramadhan Yang Kan Hilang
Oleh Abdul Rozak
sumber : eramuslim.com

Nak, menangislah,

Jika itu bisa melapangkan gundah yang mengganjal sanubarimu. Bahwa Ramadhan sudah bergegas di akhir hitungan. Dan tadarus quranmu tak juga beranjak pada juz empat.jika itu adalah ungkapan penyesalanmu. jika itu merupakan awal tekadmu untuk menyempurnakan tarawih dan qiyamul lailmu yang centang perenang (ah, pasti kamu masih ingat obrolan tadi siang ketika dengan senyum manisnya teman ruanganmu berucap, "alhamdulillah tarawihku belum bolong. " dan kamu merasa ada malaikat yang menjauh darimu dan pindah padanya. Kamu merasa sendiri, terasing.)

Menangislah,

Biar butir bening itu jadi saksi di yaumil akhir. Bahwa ada satu hamba Allah yang bodoh, lalai, sombong lagi terlena. Yang katanya berdoa sejak dua bulan sebelum ramadhan, yang katanya berlatih puasa semenjak rajab, yang katanya rajin mengikuti taklim tarhib ramadhan, tapi..., tapi sampai puasa hari ke tiga belas masih juga menggunjingkan kekhilafan teman ruanganmu, masih juga tak bisa menahan ucapan dari kesia-siaan, tak juga menambah ibadah sunnah... Bahkan hampir terlewat menunaikan yang wajib.

Menangislah, lebih keras...

Allah tak menjanjikan apa-apa untuk Ramadhan tahun depan, apakah kamu masih disertakan, sedangkan Ramadhan sekarang cuma tersisa beberapa belas. Tak ada yang dapat menjamin usiamu sampai untuk Ramadhan besok, sedang Ramadhan ini tersia-siakan. Menangislah untuk Ramadhan yang kan hilang, bersama nostalgia yang terus tumbuh bersama usiamu. Setengah sadar menatap hidangan saat sahur, kolak-es buah yang tersaji saat berbuka, menyusuri gang sempit saat tadarus keliling, petasan dan kembang api yang disulut usai subuh. Ramadhan yang selalu membuka ingatan masa kecilmu dan terus terulang mengisi tahun-tahun kedewasaan.. .

Menangislah,

Untuk dosa-dosa yang belum juga diampuni, tapi kamu masih juga menambahi dengan dosa baru. Berapa kali kamu sholat taubat, tetapi tak lama kemudian ada saja kelalaian yang kamu buat? Kamu bilang tak sengaja? Tapi mengapa berulang dan tak juga kamu mengambil pelajaran? Syarat taubatan nasuha adalah bertekad tidak mengulanginya lagi dan bukannya bertobat sambil berucap 'kalau kejadian lagi, yaa taubat lagi'...

Menangislah.

Dan tuntaskan semuanya di sini, malam ini. Karena besok waktu akan bergerak makin cepat, Ramadhan semakin berlari. Tahu-tahu sudah sepuluh hari terakhir dan kamu belum bersiap untuk itikaf. Dan lembar-lembar quran menunggu untuk dikhatamkan. Dan keping-lembar mata uang menunggu disalurkan. Dan malam menunggu dihiasi sholat tambahan.

Sekarang, atau (mungkin) tidak (ada lagi) sama sekali...



AsyhaduAllah ilaahaillallah, astagfirullah, nasaluka ridhoka wal jannah, waa naudzu bika min sahotiqa wannar..
posted by imelda @ 1:49 AM   0 comments
Wednesday, October 3
Malam Lailatul Qadar
Keutamaannya sangat besar, karena malam ini menyaksikan turunnya Al-Qur'an Al-Karim, yang membimbing orang-orang yang berpegang dengannya ke jalan kemuliaan dan mengangkatnya ke derajat yang mulia dan abadi. Umat Islam yang mengikuti sunnah Rasulnya tidak memasang tanda-tanda tertentu dan tidak pula menancapkan anak-anak panah untuk memperingati malam ini, akan tetapi mereka berloma-lomba untuk bangun di malam harinya dengan penuh iman dan mengharap pahala dari Alloh Subhanahu wa Ta'ala.

Keutamaan Malam Lailatul Qadar
Cukuplah untuk mengetahui tingginya kedudukan Lailatul Qadar dengan mengetahui bahwasanya malam itu lebih baik dari seribu bulan, Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya: "Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur'an pada malam Lailatul Qadar, tahukah engkau apakah malam Lailatul Qadar itu ? Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan, pada malam itu turunlah melaikat-malaikat dan Jibril dengan izin Alloh Tuhan mereka (untuk membawa) segala usrusan, selamatlah malam itu hingga terbit fajar" (QS: Al-Qadar: 1-5)

Dan pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, yang artinya: "Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui" (QS: Ad-Dukhan: 3-6)

Waktunya
Diriwayatkan dari Nabi ShallAllohu 'alaihi wa sallam bahwa malam tersebut terjadi pada tanggal malam 21,23,25,27, 29 dan akhir malam bulan Romadhon.

Imam Syafi'i berkata: "Menurut pemahamanku. wAllohu 'alam, Nabi ShallAllohu 'alaihi wa sallam menjawab sesuai yang ditanyakan, ketika ditanyakan kepada beliau: "Apakah kami mencarinya di malam ini?", beliau menjawab : "Carilah di malam tersebut" (Sebagaimana dinukil Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah 6/386)

Pendapat yang paling kuat, terjadinya malam Lailatul Qadar itu pada malam terakhir bulan Romadhon berdasarkan hadits Aisyah RadhiyAllohu 'anha, dia berkata Rasululloh ShallAllohu 'alaihi wa sallam beri'tikaf di sepuluh hari terkahir bulan Ramadhan dan beliau bersabda, yang artinya: "Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Romadhon" (HR: Bukhari 4/225 dan Muslim 1169)

Jika seseorang merasa lemah atau tidak mampu, janganlah sampai terluput dari tujuh hari terakhir, karena riwayat dari Ibnu Umar, (dia berkata): Rasululloh ShallAllohu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: "Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh hari sisanya" (HR: Bukhari 4/221 dan Muslim 1165)

Ini menafsirkan sabdanya, yang artinya: "Aku melihat mimpi kalian telah terjadi, barangsiapa yang mencarinya carilah pada tujuh hari terakhir" (Lihat Maraji' tadi)

Telah diketahui dalam sunnah, pemberitahuan ini ada karena perdebatan para sahabat. Dari Ubadah bin Shamit RadhiyAllohu 'anhu, ia berkata: Rasululloh ShallAllohu 'alaihi wa sallam ke luar pada malam Lailatul Qadar, ada dua orang sahabat berdebat, beliau bersabda, yang artinya: "Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kalian tentang malam Lailatul Qadar, tapi ada dua orang berdebat hingga tidak bisa lagi diketahui kapannya; mungkin ini lebih baik bagi kalian, carilah di malam 29. 27. 25 (dan dalam riwayat lain : tujuh, sembilan dan lima)" (HR: Bukhari 4/232)

Telah banyak hadits yang mengisyaratkan bahwa malam Lailatul Qadar itu pada sepuluh hari terakhir, yang lainnya menegaskan, di malam ganjil sepuluh hari terakhir. Hadits yang pertama sifatnya umum sedang hadits kedua adalah khusus, maka riwayat yang khusus lebih diutamakan dari pada yang umum, dan telah banyak hadits yang lebih menerangkan bahwa malam Lailatul Qadar itu ada pada tujuh hari terakhir bulan Romadhon, tetapi ini dibatasi kalau tidak mampu dan lemah, tidak ada masalah, dengan ini cocoklah hadits-hadits tersebut tidak saling bertentangan, bahkan bersatu tidak terpisah.

Kesimpulannya
Jika seorang muslim mencari malam lailatul Qadar carilah pada malam ganjil sepuluh hari terakhir : 21, 23,25,27 dan 29. Kalau lemah dan tidak mampu mencari pada sepuluh hari terakhir, maka carilah pada malam ganjil tujuh hari terakhir yaitu 25,27 dan 29. WAllohu 'alam

Bagaimana Mencari Malam Lailatul Qadar.?
Sesungguhnya malam yang diberkahi ini, barangsiapa yang diharamkan untuk mendapatkannya, maka sungguh telah diharamkan seluruh kebaikan (baginya). Dan tidaklah diharamkan kebaikan itu, melainkan (bagi) orang yang diharamkan (untuk mendapatkannya) . Oleh karena itu dianjurkan bagi muslimin (agar) bersemangat dalam berbuat ketaatan kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala-Nya yang besar, jika (telah) berbuat demikian (maka) akan diampuni Alloh dosa-dosanya yang telah lalu.

Rasululloh ShallAllohu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: "Barang siapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Alloh, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu" (HR: Bukhari 4/217 dan Muslim 759).

Disunnahkan untuk memperbanyak do'a pada malam tersebut. Telah diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah RadhiyAllohu 'anha, (dia) berkata : "Aku bertanya, "Ya Rasululloh ! Apa pendapatmu jika aku tahu kapan malam Lailatul Qadar (terjadi), apa yang harus aku ucapkan ?" Beliau menjawab, "Ucapkanlah: "Allohumma innaka 'afuwwun tuhibbul afwa fa'fu'annii" "Ya Alloh Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku" Saudaraku -semoga Alloh memberkahimu dan memberi taufiq kepadamu untuk mentaati-Nya- engkau telah mengetahui bagaimana keadaan malam Lailatul Qadar (dan keutamaannya) maka bangunlah (untuk menegakkan shalat) pada sepuluh malam terakhir, menghidupkannya dengan ibadah dan menjauhi wanita, perintahkan kepada isterimu dan keluargamu untuk itu, perbanyaklah perbuatan ketaatan.
Dari Aisyah RadhiyAllohu 'anha, yang artinya: "Adalah Rasululloh ShallAllohu 'alaihi wa sallam, apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencanngkan kainnya menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya" [Hadits Riwayat Bukhari 4/233 dan Muslim 1174] Juga dari Aisyah, (dia berkata) : "Artinya : Adalah Rasulullah ShallAllohu 'alaihi wa sallam bersungguh-sungguh (beribadah apabila telah masuk) malam kesepuluh (terakhir) yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malam lainnya" (HR: Muslim 1174)

Tanda-Tandanya
Ketahuilah hamba yang taat -mudah-mudahan Alloh Subhanahu wa Ta'ala menguatkanmu degan ruh dari-Nya dan membantu dengan pertolongan- Nya- sesungguhnya Rasululloh ShallAllohu 'alaihi wa sallam menggambarkan paginya malam Lailatul Qadar agar seorang muslim mengetahuinya.

Dari 'Ubay RadhiyAllohu 'anhu, ia berkata: Rasululloh ShallAllohu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: "Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tidak menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi" (HR: Muslim 762)

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Kami menyebutkan malam Lailatul Qadar di sisi Rasululloh ShallAllohu 'alaihi wa sallam beliau bersabda, yang artinya: "Siapa di antara kalian yang ingat ketika terbit bulan seperti syiqi jafnah"

Dan dari Ibnu Abbas RadhiyAllohu 'anhuma, ia berkata: Rasululloh ShallAllohu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: "(Malam) Lailatul Qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, (dan) keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah kemerah-merahan" [Tahayalisi 349, Ibnu Khuzaimah 3/231, Bazzar 1/486, sanadnya Hasan]

(Sumber Rujukan: Diadaptasi dari Kitab Sifat Shaum Nabi ShallAllohu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid)
posted by imelda @ 1:52 AM   0 comments
Tuesday, October 2
[Cerita] Penggali Kubur
Tengah malam dia terbangun dari tidurnya yang lelap . Sekujur tubuhnya terasa dingin. Bulu kuduknya merinding . Seperti habis ditiup orang dari belakang. Tapi pak Wongso terus menggeliat duduk seperti biasanya. Diluar masih senyap. Belum ada ayam jago berkokok. Penduduk desa
masih tertidur lelap. Setelah mengenakan sarungnya , dia berjalan ke dapur. Lalu berjongkok didepan tungku membuat api. Setelah kayunya berasap ditiupnya dengan corong bambu. Sampai apinya merah berkobar. Dan tak lama kemudian dia sudah duduk minum kopi sambil mengunyah ubi rebus sisa kemarin.

Siapa yang mati hari ini ?, pikirnya dengan wajah penuh tanda tanya. Rasanya aku tak mendengar ada tetangga yang sakit parah. Baik didesa ini ataupun didesa sebelah. Kalaupun Dia memanggil salah satu dari mereka, pasti yang diambilnya itu orang-orang yang sudah jompo dan pikun. Terdengar ayam jago mulai berkokok bersahutan, disusul azan subuh yang mengalun riuh di udara. Dan pak Wongsopun meneguk habis sisa kopinya, lalu bangkit berdiri. Setelah mengambil paculnya dia berjalan keluar.

Seiris bulan sabit mengambang di langit. Ditemani berapa buah bintang kecil yang bersinar redup. Dinihari yang dingin. Angin bertiup pelan menggoyangkan dedauan rimbun dari pohon-pohon yang berjejer disepanjang jalan setapak yang dilewatinya. Sudah tak terhitung lagi banyaknya dia berjalan disini. Pada subuh yang dingin macam begini. Sejak dia menjadi seorang penggali kuburan seperti bapaknya dulu. Sebuah pekerjaan yang diwarisinya turun temurun dari zaman nenek moyang mereka. Yang entah sudah berapa generasi tinggal di desa itu. Jalan itu menuju ke arah sebuah bukit kecil yang terletak di belakang desanya. Tempat peristirahatan terakhir dari orang-orang yang pernah dikenalnya. Semasa mereka masih hidup. Karena mereka adalah penduduk desanya, dan desa-desa tetangganya. Setiap kali wangsit itu datang dan membangunkannya di tengah malam, dia tak pernah merasa ragu-ragu . Seperti didorong sesuatu, dia terus bangun dan pergi sepagi mungkin ke makam yang terletak di bukit itu, untuk menggali tanah yang lobangnya akan diisi oleh sebuah jenazah . Entah mayat seorang lelaki, perempuan atau anak-anak. Yang malam tadi telah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Atau baru akan melepaskan nyawanya disaat pagi hari nanti . Jadi menjelang waktu sholat magrib, jenazahnya sudah bisa dikuburkan pada lubang yang sebentar lagi akan digalinya.
Matahari hampir terbit. Seberkas sinar kuning kemerahan telah pecah di ufuk timur. Menyinari lereng gunung Sumbing yang berdiri megah membisu. pak Wongso pun sudah berjalan mendaki bukit itu, yang kiri kanannya penuh dengan jejeran batu nisan yang berwarna putih atau abu-abu. Dia terus naik keatas, mencari sepetak tanah yang masih kosong. Dan didekat sebatang pohon kamboja yang banyak tumbuh berserakan di kuburan itu, dia mulai mengayunkan paculnya pada sebidang tanah yang gembur . Meskipun baru terang tanah tapi dia sudah bisa melihat makam istrinya yang terbujur didekat situ.

Sambil terus mengayunkan paculnya, sekali-kali dia melihat ke arah makam istrinya. Semasa hidupnya Warsinah adalah seorang istri yang baik. Yang telah memberinya 3 orang anak perempuan. Dua orang telah menikah dan tinggal bersama suami mereka di kota. Mereka telah memberinya berapa orang cucu juga. Sedangkan si bungsu masih lanjang dan kini tengah bekerja di Saudi Arabia. Dan si bungsu inilah yang membuat hari tuanya tenang dan mapan. Karena Murti selalu mengirim uang padanya setiap bulan. Cukup untuk hidup sehari-hari, hingga dia tak perlu lagi bekerja keras menggarap sawah orang. Dulu dia pernah kecewa karena tak punya anak lelaki yang akan mewarisi pekerjaannya sebagai penggali kubur di desa itu. Tapi dengan berjalannya waktu, rasa kecewa itu semakin pudar juga. Penggali kubur bukanlah sebuah pekerjaan yang menyenangkan. Upahnya juga cuma sedikit. Walaupun orang-orang merasa segan dan takut padanya. Karena dia dianggap dekat dengan malaikat maut. Yang selalu datang memberi wangsit setiap kali ada orang yang meninggal atau sedang sekarat meregang nyawa.
Matahari sudah muncul di bawah sana, disaat dia mengayunkan paculnya untuk yang terakhir kalinya. Lubang yang digalinya sudah cukup dalam untuk menguburkan sebuah jenazah. Dia bekerja tanpa mengaso sejenakpun. Hingga tubuhnya basah kuyup bersimbah keringat. Nafasnya terengah-engah. Dia melepaskan pacul ditangannya lalu duduk di bawah sebatang pohon beringin , didekat makam istrinya. Mulutnya terasa kering dan jantungnya berdegub kencang. Tubuhnya terasa lemas sekali. Pekerjaan ini terasa semakin berat juga, pikirnya. Tahun yang akan datang mungkin badanku sudah tak kuat lagi untuk menggali sebuah lubang kubur, Sudah waktunya aku mencari orang yang mau meneruskan pekerjaan ini. Dia menyandarkan tubuhnya ke batang pohon beringin itu, menikmati belaian angin pagi yang lembut dengan mata terpejam. Sekarang aku tinggal menunggu kabar saja, jenazah siapa gerangan yang akan masuk kedalam lubang ini.

Dan pagi itu terjadi sebuah kesibukan yang luar biasa di balai desa. Sebuah ambulans berhenti di depan balai desa. Membawa jenazah Murti anak pak Wongso, yang semalam tadi meninggal dunia. Karena mobil colt yang ditumpanginya bertabrakan dengan sebuah truk, didekat desa nya sendiri. Murti yang ingin membuat kejutan untuk bapaknya, memang sengaja tak memberi tahu bahwa dia akan pulang malam itu.

Sujiwo. medio Ockt 07.
posted by imelda @ 2:25 AM   0 comments

♪yang maintain Catatan Solitaire♪

emiko



Temans ............

Catatan solitaire ini terinspirasi oleh banyaknya cerpen, puisi, maupun artikel yang ditulis oleh warga solitaire. Tulisan-tulisan Mas Jiwo yang merupakan kontemplasi dari pengalaman hidupnya, sarat dengan makna. Dengan bahasa yang sederhana tapi sangat enak dinikmati, Mas Jiwo banyak mengambil tema teman kehidupan sosial. Mas Jiwo adalah contoh penulis solitaire yang sangat peduli akan nasib orang kecil. Penghargaan Mas Jiwo kepada kawulo alit ini merupakan cerminan sikapnya yang tidak pernah membedakan latar belakang sesama manusia.

Puisi-puisi Bang BSD yang selalu mendendangkan nyanyian cinta dan kerinduan telah memberikan warna tersendiri bagi kita betapa hidup ini penuh dengan cinta, kerinduan, perjuangan, tapi juga kadang ada kenyataan pahit harus kita hadapi. Jatuh dan bangun mungkin sudah menjadi hukum alam yang mesti kita jalani dengan penuh lapang dada.

Neisya sendiri suka menuangkan gagasan dan pengalaman dalam sebuah esei atau artikel. Ketertarikan Neisya terutama pada Cyber World yang ternyata telah menjadi ilmu yang sangat luas sekali. Dunia Maya, kini sudah menjadi bagian hidup dari jutaan orang, dari yang sekedar ingin chatting, belajar lewat web, sampai pada orang orang yang punya pikiran jahat untuk mengambil hak orang lain, yang sering kita sebut hackers. Semuanya memberikan inspirasi bagi saya untuk terus menulis dan berbagi kepada yang lain.

Solitaire adalah Rumah yang Indah bagi banyak orang Indonesia. Anggotanya saat ini sudah hampir 200 orang, yang berdomisili di banyak negara, misalnya Belanda, Kanada, Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Jepang, Hongkong, dan tentunya juga Indonesia. Mas Yudhis (Lurah Solitaire-red) menyebut Solitaire Kebersamaan Tanpa Batas, dan Mas Yudhis benar karena Solitaire adalah tempat berbagi kerinduan akan kampung halaman, tempat berbagi duka dan cinta, tempat yang indah untuk menjalin persaudaraan dan kebersamaan tanpa batas.

Selamat Datang di Catatan-Solitaire, selamat bergabung dengan kebersamaan tiada batas dan terimakasih banyak buat Mas Yudhis, Bang BSD, dan Mas Jiwo yang sudah memberikan supportnya, juga semua anggota yang tidak dapat disebutkan satu-per-satu. With love n gratitude,
**Eisya - Emiko**


 

Last Entries

 

Archieves

 

Messages

 

Template & Credite

Visit Me Klik It

15n41n1